Sampang, -Tiga hari telah berlalu sejak rombongan ulama dan kiai mendatangi Cafe Lyco. Namun gaung peristiwa itu belum sepenuhnya mereda. Di sudut-sudut perbincangan warga, di warung kopi hingga linimasa media sosial, nama Cafe Lyco masih kerap disebut—bukan lagi sekadar tempat nongkrong, melainkan simbol kegaduhan yang bermula dari sebuah video.

Peristiwa itu berawal dari unggahan video singkat milik owner Cafe Lyco yang viral di platform TikTok. Kalimat bernada sindiran yang terekam dalam video tersebut dinilai sebagian kalangan telah menyinggung ulama dan kiai, terutama terkait gerakan amar ma’ruf nahi mungkar yang sebelumnya sempat mengemuka.

Video itulah yang kemudian memantik reaksi. Pada Kamis malam (10/12/2025), sejumlah ulama dan kiai yang mengatasnamakan Front Pembela Islam (FPI) Buntu mendatangi Cafe Lyco. Kedatangan mereka disebut sebagai bentuk keberatan atas konten yang dianggap tidak beradab dan kurang menghormati peran ulama di tengah masyarakat.

Meski situasi malam itu terpantau kondusif, peristiwa tersebut meninggalkan jejak yang tidak sederhana. Cafe Lyco kini tidak hanya dinilai dari menu dan konsepnya, tetapi juga dari sikap dan narasi yang dibangun oleh pemiliknya di ruang publik digital.

Sejumlah tokoh masyarakat menilai, peristiwa ini menjadi pengingat bahwa media sosial bukan ruang tanpa batas. Satu kalimat, satu unggahan, dapat berujung pada reaksi berantai di dunia nyata. Apalagi jika menyentuh ranah sensitif yang berkaitan dengan agama dan tokoh masyarakat.

“Bukan soal setuju atau tidak setuju, tapi soal adab dan etika,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, pelaku usaha semestinya lebih bijak dalam bersikap, terlebih ketika usahanya berada di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai keagamaan.

Hingga tiga hari pascakejadian, pihak Cafe Lyco belum memberikan klarifikasi resmi kepada publik. Sikap diam ini justru memunculkan beragam tafsir, dari harapan adanya itikad baik hingga kekhawatiran akan potensi gesekan lanjutan jika tidak segera disikapi secara terbuka.

Peristiwa Cafe Lyco menjadi cermin bahwa harmoni sosial bukan hanya dijaga di ruang fisik, tetapi juga di ruang digital. Sebab di era sekarang, sebuah video berdurasi detik bisa menjelma menjadi persoalan berhari-hari.

Apakah polemik ini akan berakhir dengan klarifikasi dan saling memahami, atau justru menyisakan jarak yang lebih lebar antara pelaku usaha dan tokoh agama? Waktu yang akan menjawab.



Kontributor (Nora )

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama